Minggu, 12 Januari 2014

MANUSIA MULIA ITU BERNAMA MUHAMMAD S.A.W

Salawat dan Salam buat Junjungan Rasulullah Muhammad S.A.W. Suatu pagi di hari-hari terakhir Baginda Rasulullah S.A.W.
“Kuwariskan dua perkara kepada kalian… Yaitu Al-Qur’an dan Sunnahku Barang siapa yang mencintai Sunnahku, maka mereka mencintaiku. Dan kelak orang-orang yang mencintaiku… Akan masuk surge bersama-samaku.” Khutbah singkat ini… Diakhiri dengan Rasulullah S.A.W. memandang tenang mata sahabat-sahabatnya. Kelihatan Abu Bakar R.A. membalas pandangan itu dengan mata yang berkaca. Umar R.A. menahan nafas dan tangisnya dengan begitu kuat. Utsman R.A. mengela nafas sepanjang-panjangnya. Ali R.A. pula menundukkan kepalanya sedalam-dalam yang boleh. Itulah isyaratnya. Saat perpisahan sudah tiba. “Rasulullah akan meninggalkan kita” keluh para sahabat. Manusia tercinta itu sudah hampir selesai tugasnya di dunia. Tengah hari itu… Di rumah Baginda Nabi S.A.W Terdengar suara memberikan salam dan meminta izin Untuk masuk menziarahi Baginda Rasulullah. Namun permintaan ini ditolak oleh Fatimah R.A. “maafkanlah, ayahku sedang demam” Rasulullah S.A.W terdengar jawaban Fatimah R.A. itu, “Siapakah yang datang itu wahai anakku?” “Tidak tahulah ayahku. Tidak pernah kulihat orangnya sebelum ini.” Kata Fatimah R.A. Maka jawab Rasulullah S.A.W: “Ketahuilah, dia itulah yang memisahkan pertemuan di dunia” “Dialah Malaikat Maut.” Fatimah R.A. terus menahan ledakkan tangisannya. Karena mengetahui, ajal ayahnya sudah semakin tiba. Malaikat Izrail dan Jibril datang menghampiri Rasulullah S.A.W “Wahai Jibril, jelaskan apakah hakku di hadapan Allah nanti?” “Pintu-pintu langit telah terbuka ya Rasulullah, para malaikat menanti rohmu” “Semua pintu surga terbuka lebar menanti kedatanganmu.” Kata Jibril. Ternyata kata-kata Jibril itu tidak membuat Baginda Nabi S.A.W senang. Matanya masih penuh dengan kecemasan. “Engkau tidak senang mendengar khabar ini ya Rasulullah?” Tanya Jibri. “Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?” Tanya Nabi “Jangan kwatir ya Rasulullah, aku pernah mendengar Allah berfirman” “Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya.” Detik-detiknya semakin tiba Tiballah saatnya Malaikat Izrail menjalankan tugasnya. Perlahan-lahan Roh Rasulullah S.A.W. ditarik. Seluruh tubuh Baginda Nabi disimbahi peluh. Urat-urat leher Baginda Nabi menegang. Perlahan Rasulullah mengaduh. “Jibril, betapa sakitnya Sakaratul Maut ini.” Kata Baginda Nabi Fatimah R.A. memejamkan matanya. Ali R.A. di sampingnya menundukkan lagi kepalanya. Malaikat Jibril A.S. pula memalingkan mukanya. “Jijikkah kau melihatku, hinggaa kau palingkan wajahmu Jibril?” Kata Rasulullah. “Siapakah yang sanggup melihat kekasih Allah direnggut ajal?.” Jawab Jibril Sebentar kemudian terdengar Rasulullah S.A.W. memekik… Karena sakit yang tidak dapat ditahan lagi. “Ya Allah dahsyad nian maut ini…” Timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku… …Jangan pada umatku.!” Kata Rasulullah S.A.W Badan Rasulullah S.A.W. mulai dingin Kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi Bibirnya bergetar seakan membisikkan sesuatu Maka bergegas Ali R.A. mendekati bibir Rasulullah “Peliharalah shalat…” “Peliharalah orang-orang lemah di kalanganmu.” Di luar rumah Rasulullah S.A.W kedengaran tangisan daripada para sahabat. Fatimah R.A. menutupkan mukanya dengan tangannya. Dan Ali R.A. mendekatkan kembali telinganya ke bibir Rasulullah “UMATKU…” “UMATKU…” “UMATKU…” kata Rasulullah S.A.W dan berakhirlah kehidupan insan mulia itu… yang bergelar Rasulullah S.A.W Kini, mampukah kita mencintai Baginda Rasulullah… Sebagaimana Baginda Rasulullah begitu mencintai kita… Umatnya yang tidak pernah Beliau temui??? Lupakah kita akan perjuangan dan pengorbanan Baginda Rasulullah… Dalam memperjuangkan dan menjamin kesejahteraan…
BacaSelengkapnya...

Selasa, 21 Mei 2013

SEEKOR LALAT MENGHANTARKANNYA KE SURGA

Pada suatu ketika Imam al-Ghazali menulis kitab. Pada masa beliau orang menulis menggunakan tinta dan sebatang pena. Alat tulis tersebut harus dicelupkan terlebih dahulu ke dalam tinta kemudian dipakai untuk menulis lagi. Begitu seterusnya. Ditengah kesibukan menulis itu, tiba-tiba terbanglah seekor lalat dan hinggap di mangkuk tinta Imam al- Ghazali. Lalat itu tampaknya sedang kehausan. Ia meminum tinta dimangkuk itu. Melihat lalat yang kehausan itu, Imam al-Ghazali membiarkan saja lalat itu meminum tintanya. Lalat juga makhluk Allah yang harus diberikan kasih sayang, pikir Al-Ghazali.
Ketika Al-Ghazali wafat, selang beberapa hari kemudian,seorang Ulama yang merupakan sahabat dekat beliau bermimpi. Dalam mimpi itu terjadilah dialog. Sahabatnya itu bertanya, ” Wahai Hujattul Islam, Apa yang telah diperbuat Allah kepadamu? “. Al-Ghazali menjawab, ” Allah telah menempatkanku di tempat yang paling baik “. “Gerangan apakah sampai engkau ditempatkan Allah ditempat yang paling baik itu? Apakah itu karena kealimanmu dan banyaknya kitab-kitab bermanfaat yang telah kau tulis?” tanya sahabatnya. Al-Ghazali menjawab, ”Tidak, Allah memberiku tempat yang terbaik, hanya karena pada saat aku menulis aku memberikan kesempatan kepada seekor lalat untuk meminum tintaku karena kehausan. Aku lakukan itu karena aku sayang pada makhluk Allah. “ Sahabatku, Dari kisah sufi tersebut memberi kita hikmah bahwa hanya tidak ada salahnya jika kita menolong mahluk Allah. Bayangkan hanya sekedar membiarkan lalat yang kehausan untuk minum saja menjadikan sebab seseorang masuk surga, apalagi memberi makan kepada sesama manusia. bersedekah bagi sesama yang benar-benar membutuhkan. Dalam hadits lain, diriwayatkan bahwa Nabi bercerita ada seorang pelacur bisa masuk Surga karena memberi minum seekor Anjing. Juga jangan remehkan dosa kecil karena dalam hadits diriwayatkan bahwa ada seorang wanita masuk neraka karena memelihara seekor kucing lalu mendzaliminya. So, jangan remehkan amal kecil karena sebesar atom pun akan diperhitungkan di akhirat kelak. Allah Swt berfirman :” Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula” (QS. 99: 7-8) Sahabatku, Kisah di atas juga mengajari kita untuk tidak atau jangan pernah meremehkan amalan (kebaikan) sekecil apapun, karena sesungguhnya kita tidak pernah tahu, bisa jadi amalan yang kita anggap kecil tersebut berarti besar di hadapan Allah Swt, dan justru amalan tersebutlah yang akan mengantarkan kita ke Surga. Sebaliknya kita juga tidak tahu bahwa mungkin dosa (yang dianggap kecil) bisa menjerumuskan kita ke lembah kehinaan, Neraka Jahanam. a’udzubillahimindzalik. Akan tetapi, terkadang kita terlalu mengejar amal-amal besar dan meremehkan amal kecil, padahal ketika beramal kecil seringkali kita malah bisa sangat ikhlas. Kebaikan (Amal) itu tidak selalu kita menyumbang ke Masjid, tapi sekedar menyingkirkan duri di jalanan atau sekedar memungut sampah permen, sekedar mengucap salam kepada sesama muslim yang belum kita kenal, sekedar senyum pada sahabat kita, tidak ada yang sia-sia. Jika kita bisa melakukan amal-amal ringan, kenapa harus menunggu kesempatan untuk beramal besar? Bukankah juga Allah itu menyukai amalan yang berkelanjutan meskipun sedikit? Boleh jadi amalan kecil yang pernah kita lakukan adalah amalan paling ikhlas sehingga bisa menyelamatkan kita di hari akhirat kelak. Boleh jadi amalan kecil tersebut menjadi pelindung kita dari siksa kubur, dan boleh jadi amalan kecil tersebut bisa menjadi perantara bagi dikabulkannya doa-doa kita. Boleh jadi juga amalan kecil tersebut menjadi penghapus dosa-dosa kita. Karena itu marilah sejak saat ini, lakukanlah secara konsisten suatu amal ibadah yang kecil yang dilakukan ikhlas karena Allah Swt semata. Allah Swt senang terhadap amalan yang dilakukan secara terus menerus, dan ketika kita berhalangan (uzur syar’i) dan kita tidak dapat melakukan amal yang biasa kita ajeg-kan tersebut, Insya Allah, Allah SWT akan tetap memberi pahala seperti kita melakukan amalan tersebut di hari lainnya. Semoga Allah Swt memudahkan kita dan keluarga kita untuk melakukan amalan-amalan kecil secara konsisten dan memberikan keistiqamahan kepada kita menjalaninya dalam kehidupan ini, sehingga dapat mengundang keridhaan dan kasih sayang dari Allah Swt, Dan semoga Allah Swt menerima dan melipatgandakan pahala amalan-amalan kita baik yang kecil maupun yang besar,. Aamiin. Mari kita jemput kebaikan dan jangan lupa untuk saling berlomba dalam kebaikan dan saling berpesan dalam kebenaran dan kesabaran. Semoga tulisan sederhana ini membawa manfaat bagi diri saya, keluarga dan kita semua. Amin YRA
BacaSelengkapnya...

Rabu, 20 Maret 2013

MENGGAPAI BULAN...?

Tiba-tiba saya tersadar: apa yang bisa aku banggakan ketika umurku 40 tahun? Jalan hidupku terasa datar, monoton. Jalan hidup yang telah aku lewati seperti tak berbekas, tidak ada yang bisa aku banggakan

Agus Lasmono Sudwikatmono pada usia 38 tahun kekayaannya mencapai US$845 juta atau sekitar Rp7,6 triliun. Melalui bisnisnya di industri batu bara, pria ini menjadi wakil presiden komisaris pada perusahaan penambang batu bara, PT Indika Energy Tbk. Indika Energy adalah perusahaan energi terpadu di Indonesia. Perusahaan menyediakan layanan solusi energi terintegrasi melalui diversifikasi investasi dalam bidang sumber daya energi, jasa, dan infrastruktur energi melalui investasi strategis di bidang produksi batu bara lewat PT Kideco Jaya Agung.

Sandiaga Salahudin Uno, pengusaha muda ini menurut majalah Forbes menduduki peringkat ke-37 orang terkaya di Indonesia pada usia 39 tahun. Melalui PT Saratoga Advisor dengan total kekayaan US$ 660 juta atau sekitar Rp5,9 triliun. Sandi Uno mengawali karier sebagai karyawan Bank Summa pada 1990. Setahun kemudian ia mendapat beasiswa untuk melanjutkan pendidikan di George Washington University, Amerika Serikat. Ia lulus dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 4,00.

Mark Zuckerberg, dengan kekayaan bersih sebesar US$13,3 Miliar pada usia 28 tahun. Ia adalah CEO Facebook, sebuah raksasa jejaring sosial terbesar di dunia.

Andrew Darwis, merupakan pendiri (founder) komunitas online terbesar di Indonesia, yang sekarang ini mempunyai lebih dari 3 juta member . Andrew sekarang menjabat sebagai Chief Technology Officer (CTO) PT Darta Media Indonesia sekaligus pemilik (owner) Kaskus Network lewat PT Darta Media Indonesia. Pri berumur 33 tahun ini telah memiliki kekayaan total sekitar US$5 juta.

Sementara aku masih bergulat jadi orang kantoran, mandek begini-begini saja jadi staf abadi. Banyak orang yang lebih muda umurnya daripada aku, karirnya melejit, dapat award internasional berkali-kali, plesir kelilig dunia dan aku lihat paspor saja belum pernah. Dulu ketika umur masih 25 tahun saya membayangkan punya mobil, 10 tahun kemudian baru kesampaian. Aku berani kredit mobil ketika umur 35 tahun dan mobil pertama itu adalah Toyota Yaris.

Sekali lagi, apa yang bisa aku banggakan ketika umurku 40 tahun? Entahlah, tapi aku tahu satu hal dengan membagikan cerita pahit ini buat Anda semua, jangan ikut-ikutan bodoh karena waktu tak bisa diulang.

Jika Anda sekarang 40 tahun, segera benahi hidup Anda. Pun jika Anda masih di bawah 40 tahun, jangan terlambat. Teman di kantor meninggal di usia 25 tahun terkena lupus, sebelum sempat mewujudkan cita-citanya. Tuhan tak mengijinkannya panjang umur. Di ke-40 ini, masih saja tak berkutik dalam zona nyaman. Rasa geram dengan situasi ini dan ingin sekali aku membenamkan kepala ini ke tantangan baru. Mustinya kita harus bersikap lebih kejam pada diri sendiri jika punya cita-cita tinggi yang ingin dicapai. Dengan itu, Insya Allah alam semesta akan memperlakukan kita lebih baik. Misalnya dengan meminjamkan rahasia Tuhan yang berupa keajaiban.

Akankah keajaiban datang? Aku tak boleh terlalu berharap, saya hanya ingin bersyukur Tuhan masih memberi saya kesempatan sampai hari ini. Selebihnya, saya hanya ingin melakukan yang terbaik di sisa hidup-ku. Agar besok jika jatah waktu-ku habis, aku nggak akan nyesel-nyesel amat.
BacaSelengkapnya...

Senin, 14 Januari 2013

TUA KARENA BERTAMBAH UMUR TUA KARENA MENJADI ORANG TUA (Bagi Anak-anaknya)

Menjadi tua adalah sesuatu yang harus disyukuri, tidak semua orang bisa menjadi tua. Syukur-syukur mampu mengulur waktu dan tidak penyakitan, bisa berguna atau berarti bagi yang lain. Siap atau tidak siap, menjadi tua itu suatu kepastian. Tak seorangpun mampu menahan lajunya usia. Sementara itu bertambahnya umur dan proses degenaratif merupakan dua makhluk yang selalu bergandengan. Tidak jelas kapan mereka mulai berselingkuh karena prosesnya berlangsung sedikit demi sedikit. “Hidup saja sudah susah, kok setiap ada masalah dibikin ruwet. Kalau hidup ruwet, stress gampang datang, buntutnya darah tinggi”, kira-kira begitu pendapat banyak orang.
Bagaimanapun juga menjadi tua tidak berarti tidak bisa ini tidak bisa itu dan tidak berarti pula harus tengak-tengok, membiarkan diri terisolasi dari kehidupan nyata. Banyak dijumpai betapa banyak orang yang lebih memanjakan mata, mulut dan perutnya ketimbang mengikuti pola hidup sehat. “Jaman memang cebderung jadi serba enak dan hedonis. Sementara mereka tidak siap menerima hidup yang memudar yang harus dilakoni tanpa kata tetapi”. Lebih jauh lagi, bahwa menjadi orang tua bukan hanya tuk mengajari mencari makan, mengajari mempertahankan diri atau mencari tempat berlindung. Ia harus mampu memelihara anak-anaknya ditengah kehidupan dunia yang serba sulit tetapi juga harus mempersiapkan dan mengawal mereka agar dapat melewati dunianya dengan baik. Orang tua adalah model yang menjadi panutan anak dalam berperilaku. Dalam beberapa hal harus mampu memposisikan dirinya sebagai sahabat, mencoba memahami kesulitannya dan melakukan pendekatan sesuai dengan kemampuannya. Mendidik anak, mengurus anak adalah bagian dari kesibukan bukan waktu yang tersisa atau tugas sampingan. Kelekatan hubungan antara orang tua dengan anaknya menjadi hal yang sangat penting. Menanamkan harapan tatkala putus asa, mendampinginya manakala orang lain mencibirnya. Ketika mereka pamer kebolehannya, mereka ingin kita mengaguminya. Ketika mereka ingin menjadi jagoan, mereka ingin kita menjadi penjahatnya. Mereka butuh memeluk, bermanja-manja. Kepuasan belajar bersama, membaca bersama, bercengkrama dalam banyak hal tidak tergantikan oleh pemberian oleh-oleh atau uang. Sekalipun sebagian berdalih bahwa yang penting adalah kualitas, bukan berapa banyak waktu yang kita berikan kepada mereka.
BacaSelengkapnya...

Rabu, 03 Oktober 2012

MEMAKNAI SAKIT

Terima kasih aku sampaikan kepada Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu berikut ini: Slamet, Alex, Retno, Tati, Arif, Hendri, Nata, Sadar, Hamid, Brondong, Ghofur, Udin, Kamal, Teteh, Hidayat, Mukhlis, Dani, Ateng, Aang dan Sonar atas upaya dan harapannya..... Oh Parotis, engkau telah mengenalkanku kepada mereka, kau beritahu aku tentang sakit, nikmat hidup, kepasrahan, keluh, kesal, sabar, dan banyak hikmah...
Sakit, ketika aku tanyakan kepada dokter, “apakah ada cara lain, obat misalnya selain tindakan operasi?” Dokter menggeleng, “tidak ada obat, harus diangkat!” Bagaimana dengan kata bijak berikut, “Allah menurunkan penyakit juga menurunkan obatnya, hanya kematian dan pikun yang tidak ada obatnya”. Kata-kata itulah yang membuatku lari dari dokter dan mempertemukanku kepada orang-orang yang aku sebutkan di atas (alternatif). Selain ungkapan kata di atas yang mendorongku kepada pengobatan alternatif adalah efek atau dampak dari tindakan dokter jika dilakukan biopsi/pengangkatan parotis, “Saya beri tahu kepada Anda bahwa konsekwensi dari operasi ini, mata Anda akan sulit menutup, bibir akan mencong, dan pendengaran Anda akan tergangu, walaupun Anda berobat di Amerika!” demikian yang disampaikan dokter kepadaku. “Allah telah menitipkan sesuatu padaku...” (sambil aku tunjukkan bagian tubuhku yang terkena sakit) kepada salah satu orang di atas. “Perbanyaklah ucapan al-hamdulillah” demikian jawaban orang itu kepadaku. Ketika Allah SWT menitipkan sesuatu yang baik menurut penilaianku, ucapan al-hamdulillah adalah jawaban yang relevan. Akan tetapi bila Allah menitipkan penyakit, aku yang awam, aku yang jauh dari rasa syukur...untuk mengucapkan al-hamdulillah rasanya berat sekali. Tapi, apa boleh buat, akan aku coba pesan orang itu. Maka mulailah aku mengamalkan saran orang itu, “al-hamdulillah...segala puji bagi Allah” sekuat aku mampu, aku ucapkan kalimat itu sepanjang waktu sambil berusaha berpikir hikmah apa yang terkandung dalam kalimat “segala puji bagi Allah”. Berhari-hari aku akrab dengan al-hamdulillah tetapi, aku belum juga mampu memaknai “segala puji bagi Allah”. Ibarat ujian aku tidak lulus dan penyakit itu masih saja bertengger dengan angkuhnya, kempes atau mengecil saja tidak, masyaallah. Khalifah Umar bin khattab pernah berkata, “aku akan selalu mengucapkan hamdallah 4 kali untuk setiap musibah yang menimpaku, pertama, karena Allah tidak menurunkan musibah yang lebih besar dari musibah itu, padahal jika saja Allah mau, Dia asti bisa melakukannya. Kedua, karena Allah tidak menimpakan musibah pada agamaku. Karena bagiku, tidak ada yang lebih berharga daripada agama. Ketiga, karena Allah telah memberi kesabaran kepadaku, sementara kesabaran balasannya adalah surga. Keempat, karena Allah masih menolongku memperoleh kembali apa yang telah hilang. Sebab, setiap mukmin akan mendapatkan gantinya yang berupa rahmat dan hidayah Allah... Ya Allah berilah aku petunjuk.. Aku sempat berpikir, kalau orang baik itu pasti dapat penjagaan dari Allah diselamatkan dari bahaya. Jadi, karena aku berperangai buruk dan sering melakukan kemungkaran, maka Allah memberiku cobaan. Aku harus tahu diri dan berusaha ikhlas. Tak berselang lama dari pemikiran itu, aku dapat kabar bahwa ustadz Umar guru mengaji di masjid kecelakaan. Sepeda motornya terperosok di got, engsel bahu tangannya lepas. Saat aku menengoknya di rumah sakit bahu tangannya bengkak sangat besar. Pasti sangat sakit, namun beliau tidak menampakkan rasa sakitnya. Beliau nampak tenang dan ikhlas. Ya Allah... Engkaulah pemberi petunjuk yang terbaik. Ketika Allah menyayangi hamba-Nya, maka Allah memberi cobaan kepadanya agar Allah mendengar doa hambanya. Para Rasul dan Nabi Allah tidak lepas dari cobaan-Nya. “Tidak pernah seorang mukmin mendapat perlakukan zalim melainkan Allah SWT akan mengugurkan kesalahan darinya dan meninggikan derajatnya" (HR. al-Hakim). Demikian ustadz Umar berkata dengan mengutip hadist tersebut. Kepicikan pikiranku terjawab sudah oleh kejadian itu. Sadarlah aku bahwa sakit merupakan bukti bahwa Allah SWT menghendaki kebaikan terhadap hamba-Nya. Ilmu yang paling hebat yang ada pada diri manusia adalah sabar. Sering kita mendengar ungkapan bahwa kesabaran itu ada batasnya. Berarti ilmu sabar itu ada tingkatannya. Seperti ungkapan doa yang pernah aku lantunkan ini, “Jika saja benjolan penyakit ini tidak membesar dan akan tetap seperti ini, insyaallah aku dapatkan diriku sabar. Aku akan mendapatkan diriku ikhlas, insyaallah”. Benar itu terjadi, aku menikmatinya dan makin akrab dengan benjolan itu. Bahkan, saat aku raba benjolan itu kurasa mengecil aku tidak senang. Semacam perasaan belum puas dengan perjumpaan yang telah lama hilang dan sesaat lagi aku akan berpisah kembali. Aku merasa belum pantas menerima keajaiban pertolongan dari Allah untuk kesembuhan ini. Parotis telah mengantarku ke pintu-pintu “Rahmat”. Parotis mendekatkanku kepada kesalehan. Subhanallah...Allah pun menjawabnya. Benjolan parotis makin besar dari ukuran semula. Seketika itu wajahku meringis, batinku menjerit sedih. Kesedihan adalah saudara kandung kelemahan. Sedangkan kesabaran adalah saudara kandung kepandaian. Andaikan kesedihan itu ditanya: “Siapa bapakmu? “Dia akan menjawab: “Kelemahan”. Kalau kepandaian ditanya: “Siapa bapakmu”. Dia akan menjawab “Kesabaran”. Demikianlah Allah SWT menunjukkan hikmah kepada hamba yang dikehendaki-Nya. "Sungguh mengagumkan perkara seorang mukmin, sesungguhnya semua perkaranya menjadi kebaikan, dan hal itu tidak pernah terjadi kecuali bagi seorang mukmin: jika ia mendapat kesenangan, ia bersyukur, maka hal itu menjadi kebaikan baginya, dan jika ia mendapatkan musibah, ia bersabar, maka itu menjadi kebaikan baginya" HR. Muslim. Parotis dan aku telah berkelana jauh berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Lain orang lain cara dan metodenya. Ada hal yang konyol pernah aku lakukan karena perintah dari salah seorang di awal tulisan ini, dia berusaha menolong. Setelah dia melakukan terapi, pagi-pagi aku harus ke pantai Ancol membuang telur yang katanya sudah berisi kesialan yang ada pada diriku yang telah dipindahkan ke dalam telur. Membuangnya harus dilaut dan wajib pecah. Namanya juga ikhtiar, berusaha mencari sembuh dan hal-hal yang kurang masuk akal bisa saja aku lakukan, walau jika mengingatnya terasa geli. Dilalah (kebetulan/kesalahan?) telur yang aku lempar tidak pecah. Aku sempat bingung dan bimbang saat aku pengen mengambil kembali telur itu. Namun, aku tidak berani mengambilnya terlalu berisiko jika aku menceburkan diri ke dalam laut. Selain ngeri aku ingat pesan orang yang berusaha menolong-ku itu, “tidak boleh menyentuhnya kembali jika telur sudah kebuang”. Tetapi telur tersebut belum pecah, “bagaimana ini?” Beberapa menit berlalu dan aku masih saja berdiri di sana, mataku tidak lepas dari telur yang timbul tenggelam oleh ombak laut sedangkan pikiranku gamang menatapnya. Tidak lama kemudian ada orang yang mendekatiku dan menawarkan jasa perahu. Sambil aku tersenyum dan menggelengkan kepala, aku tolak tawarannya. Aku butuh jasa yang lain dari orang itu, yaitu mengambil telur yang sempat aku lempar. Orang itu agak ragu, nampak ada penolakan dari orang itu. “Ada amanah dari seseorang, saya harus membuang telur itu di sini dan harus pecah”. Tanpa merinci maksud aku membuang telur itu aku berusaha mengalihkan perhatiannya dan aku sodorkan lembaran uang kertas pecahan Rp50.000,- dan dia setuju untuk membantuku mengambil kembali telur itu. Aku lega karena telur itu kembali padaku. Tanganku yang telah terbungkus sarung tangan dari karet siap menerima telur itu kembali. Kali ini aku harus bisa melempar telur ke dalam laut dan harus pecah. Bibirku merancu, “aku tidak membuang telur, yang aku buang adalah perilaku buruk-ku dan niat jahat seseorang, siapa pun itu”. Dan pecahlah telur itu, isinya berhamburan digulung ombak. Aku menatapnya sesaat sebelum aku meninggalkan tempat itu. Terima kasih-ku aku sampaikan berulangkali kepada orang penjaja jasa naik perahu sekaligus aku berpamitan pulang. Aku tidak tahu apa yang ada di pikiran orang itu, dia melihatku terus walau aku sudah cukup jauh meninggalkannya. Waktu terus berjalan dan usahaku untuk mencari kesembuhan belum aku dapat. Aku lupa, bahwa banyak orang bisa melakukan pengobatan tapi hanya ada satu yang dapat menyembuhkan yaitu Allah SWT. Sebenarnya banyak yang dapat aku ceritakan di sini yang berkaitan dengan pengobatan alternatif yang sudah aku lakukan dari yang sederhana sampai dengan yang tidak masuk akal. Dari yang berbiaya murah sampai dengan yang mahal, semua itu sudah pernah aku lakukan. “Ya Allah, aku berlindung pada-Mu dari hati yang tidak khusyuk, dan dari ilmu yang tidak bermanfaat, dan dari nafsu yang tidak pernah kenyang, dan dari doa yang tidak lagi didengar.” Ketika iman-ku melorot, putus asa hampir saja menjerumuskanku pada perbuatan kufur. Sesungguhnya aku tidak sakit. Bagaimana mungkin aku dibilang sakit. Sejak hadirnya parotis di tubuhku, aku baik-baik saja. Segala aktifitasku nyaris tidak terganggu. Makan apa pun lahap dan tidur pun nyenyak. Betapa karunia Allah SWT amat besar terhadapku, di luar sana yang lebih parah dariku amat banyak bahkan teman juga sahabatku telah meninggal karena tumor di kakinya. Semoga Allah SWT mengampuni segala dosanya dan memberikan tempat terbaik baginya. Betapa tragisnya dia semasa sakit, dia tidak berdaya oleh tumor yang telah melumpuhkan kakinya. Tak ubahnya seperti bantal dan guling tempatnya hanya di ranjang atau dipan. Sedangkan aku, betapa rapuhnya aku. Hanya benjolan sebesar telur ayam saja telah membuatku meradang. Ya Allah... ampunilah dosaku. “Tak terhingga nikmat yang kita terima dari-Nya, lalu masih ragukah kita akan kekuasaan-Nya. Kita musti belajar untuk selalu baik sangka kepada-Nya melalui tangan-tangan makhluk-Nya”. Wahai parotis akan berhenti di mana kau? Medis-kah? Cara lain-kah? Atau kematian? Hanya Allah SWT yang tahu, maka berikanlah petunjuk padaku. Seketika sms masuk dari sahabat, “Siapapun yang kenal dan yakin bahwa Allah Maha Baik dan Maha Bijaksana, pasti tak akan mengeluhkan apapun yang Dia takdirkan, sahabatku selamat berikhtiar ya”. Teoritis, pragmatis, konkrit dan linier itulah dominasi otak kiri. Berikut ungkapan di bawah ini yang bertolak dengan otak kiri: “Apapun yang dikehendaki Allah pasti terjadi tanpa bisa ditolak/dihalangi oleh siapapun juga, berharaplah hanya kepada Allah, niscaya tak akan kecewa”. Tiap saat tiap waktu aku mengharap Allah menjawab doa-ku. Tapi mana? Begitulah bisikan otak kiri. “Sungguh bagi yang berpuasa doanya tidak ditolak ketika waktu berbuka, mohonlah ampun, rahmat, berkah dan hajat lainnya”. Puasa Senin dan Kamis sudah biasa aku lakukan dan betapa senangnya aku karena sebentar lagi bulan Ramadhan. Peluang untuk diijabah doa-ku sangat besar, ini bulan mulia, bulan penuh berkah, rahmat dan ampunan. Bagaimanakah otak kiri menyikapi ini ketika bulan Ramadhan telah berlalu dan parotis belum hilang dari tubuhku? "Sesungguhnya seseorang akan memperoleh kemuliaan di sisi Allah, ia tidaklah memperolehnya dengan amalan, Allah senantiasa terus mengujinya dengan sesuatu yang tidak disukainya, hingga ia memperolehnya" HR. Abu Hurairah. Betapa melelahkannya perjalanan ini karena hanya satu tujuan kempes dan sembuh. “Apapun yang kita lakukan tidak akan sia-sia di sisi Allah, semua itu ada perhitungannya, ada ganjarannya”. Setiap hari aku melewati Rumah Sakit di mana pertama kali aku berkonsultasi kepada dokter, haruskah aku kembali ke situ. Setiap hari ucapan itu melintas dalam pikiranku. Alam bawah sadar diam-diam bekerja tanpa aku sadari. Dan akhirnya tanggal 3 September 2012 jam 7 malam aku dan parotis harus berpisah ditangan dokter atas kuasa Allah SWT. Dengan segala resikonya aku harus belajar terbiasa dengan kondisi mata sulit tertutup rapat, mulut mencong saat bicara dan tertawa. Aku seperti kehilangan urat senyum. Bentuk senyumku sinis, aku tidak percaya diri saat tersenyum dan tertawa dan pendengaranku berkurang. Tetapi, aku lebih fun dengan kondisiku saat ini. Pesan Baginda Nabi SAW, “Jaga 5 sebelum datang yang 5, hidup sebelum mati. Sehat sebelum sakit. Luang sebelum sempit. Muda sebelum tua. Kaya sebelum miskin”. Terkait dengan sakit, sehat itu mahal, sakit apalagi. Bentuk rasa syukur kita kepada Allah adalah menjaga kesehatan. Olahraga, betapa beratnya bagi orang yang tidak terbiasa. Bagiku, ini sama beratnya dengan ibadah.
BacaSelengkapnya...

Selasa, 15 Mei 2012

BERLINDUNGLAH DARI TIPU DAYA!

“Hai Adam, bertempat tinggallah kamu dan isterimu di surga serta makanlah olehmu berdua di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu berdua mendekati pohon ini, lalu menjadilah kamu berdua termasuk orang-orang yang dzolim.” (QS: Al-A’rof: 19). Larangan ini diketahui oleh Iblis dan sekuat tenaga ia berfikir bagaimana supaya Adam dan Hawa juga dilaknat oleh Allah dengan melanggar larangan itu. Iblis mengendap-endap ingin masuk surga kembali tetapi diusir oleh malaikat Ridwan, penjaga pintu surga. Namanya juga Iblis, ia tidak kehilangan akal, ia berdiri di pintu surga dengan beribadah di situ selama tiga ratus tahun, hingga tersiar kabar ibadahnya Iblis ke penduduk surga. Para malaikat tahu, tetapi tidak satu pun mereka yang keluar dari surga menghampirinya. Allah tidak mengijinkan siapa pun menengok Iblis di depan pintu surga.
Setelah waktu berjalan selama tiga ratus tahun itu, tiba-tiba seekor burung merak yang indah keluar dari pintu surga untuk suatu keperluan. Iblis melihatnya dan tanpa menunggu lama lagi ia beraksi, “Wahai makhluk yang mulia, siapa engkau dan siapa namamu? Aku belum pernah melihat makhluk Allah sebagus dirimu.” Burung itu menjawab, “Aku salah satu burung dari burung-burung yang ada di surga, namaku Merak.” Maka menangislah Iblis. Merak heran dengan tangisannya Iblis seraya bertanya, “Siapa kamu dan kenapa menangis?” Iblis menjawab, “Saya seorang malaikat, aku menangis karena sedih melihatmu yang akan kehilangan keelokan dan kesempurnaan kejadianmu.” Merak memastikan kebenaran ucapan Iblis dengan bertanya, “Betulkah aku akan rusak dari kejadianku ini?” “Tentu saja, engkau pasti akan binasa dan rusak, setiap makhluk hidup akan rusak kecuali mendapatkan pohon khuldi. Pohon itu membuat semua makhluk menjadi kekal.” “Dimana pohon itu?” “Di dalam surga” “Adakah yang bisa menunjukkan tempatnya?” “Saya yang akan menunjukkanmu tempatnya jika kamu memasukkanku ke dalam surga.” “Bagaimana aku bisa memasukkanmu ke dalam surga sedangkan tidak ada jalan untuk memasukinya tanpa sepengetahuan malaikat Ridwan. Tidak satu pun makhluk dapat masuk atau keluar kecuali dengan ijinnya. Tapi tunggu dulu, aku akan tunjukkan satu makhluk Allah yang dapat memasukkanmu. Dia mungkin satu-satunya yang dapat melakukannya. Dan ia itu pembantunya kholifah Allah, Adam.” Iblis bertanya, “Siapa dia?” Merak berkata, “Ular.” “Cepatlah beritahukan dia karena kami membawa kabar tentang keabadian. Mudah-mudahan dia bisa melakukannya.” Merak segera kembali ke dalam surga untuk menemui ular yang dimaksud. Bentuk ular itu juga elok dan mempunyai empat kaki. Merak berkata kepada ular, “Saya melihat seorang malaikat dari karubiyyun di depan pintu surga. Dia mengatakan tentang pohon yang bisa membuat kita kekal. Bisakah kamu memasukkannya ke dalam surga untuk menunjukkan kepada kita pohon khuldi, pohon keabadian?” Lalu, ular dan merak bergegas ke pintu surga untuk menjumpai Iblis. Dan sesampai di pintu surga Ular itu berkata kepada Iblis, “Bagaimana aku bisa memasukkanmu ke dalam surga, sedangkan Ridwan jika melihatmu pasti tidak mengijinkanmu masuk?” Iblis menjawab, “Aku akan merubah wujudku menjadi ulat lalu aku akan masuk dan berada di antara gigi taringmu.” Ular itu menjawab, “Baiklah” segera Iblis merubah dirinya menjadi seekor ulat dan masuk ke mulut ular itu yang membawanya masuk ke dalam surga tanpa diketahui oleh Ridwan. Di dalam surga, Iblis berniat menunjukkan tempat pohon yang dilarang oleh Allah kepada Adam. Namun, Iblis tidak menemukan Adam. Kemudian Iblis mendekati Hawa dengan meniup seruling. Belum ada makhluk yang pernah mendengar bunyi seruling yang seindah itu sehingga yang mendengarnya merasa terbuai dan hanyut tertarik oleh keindahan suaranya. Hawa dan yang lain sekitarnya menghampirinya. Iblis menghentikan permainan serulingnya sejenak. Hawa bertanya kepada Iblis, “Apa yang kau bawa itu?” Iblis menjawab, “Disebutkan bahwa tempat tinggal kalian berdua di surga dengan memperoleh kemuliaan dari Allah. Aku ikut bahagia melihat kalian berdua. Namun disebutkan juga di sini bahwa kalian berdua akan dikeluarkan dari surga, maka aku menangisi dan kwatir terhadap kalian berdua. Tidakkah tuhanmu telah berkata bahwa jika kalian makan dari pohon ini kalian akan mati atau di keluarkan dari surga? Perhatikan, jika aku makan pohon itu dan aku mati atau wujudku berubah maka kalian jangan memakannya. Aku bersumpah demi Allah, apa perlunya tuhan kalian melarang kalian mendekati pohon ini kecuali jika kalian tidak akan kekal di surga. Aku bersumpah kepadamu sesungguhnya aku ini termasuk orang-orang yang memberi nasehat.” Hawa tertegun dengan kata-kata Iblis itu, apalagi disertai dengan sumpah atas nama Allah, namun ia tidak berani memutuskan sesuatu karena suaminya Adam tidak ada. Dan ketika Adam tiba, Iblis kembali menghampiri Adam dan Hawa yang keduanya tidak mengenali bahwa yang datang kepadanya adalah Iblis. Dia kembali bersandiwara dengan menunjukkan kekwatirannya yang dalam terhadap nasib Adam dan Hawa dengan tangisan kesedihan. Adam bertanya, “Apa yang membuatmu menangis?” Iblis menjawab, “Aku menangisi kalian, karena kalian berdua akan mati dan berpisah, kalian akan meninggalkan kenikmatan dan kemuliaan kalian.” Kata-kata Iblis membuat hati keduanya tercekat. Iblis kembali menangis. Ia lalu menghampiri Adam dan Hawa dengan mengucapkan sebagaimana telah diabadikan dalam Al-Qur’an, “Kemudian syaitan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata, “Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa?” (QS: Thoohaa: 120). Adam menjawab, “Ya” Iblis berkata, “Tiap bagian dari pohon ini adalah pohon keabadian.” Adam berkata, “Tuhanku telah melarangku untuk mendekatinya.” Adam enggan untuk menuruti kata-kata Iblis. Namun, Iblis serta merta bersumpah dengan nama Allah kalau sesungguhnya ia benar-benar pihak yang menasehati. Adam dan Hawa menjadi bimbing karena sampai detik itu tidak ada satu pun makhluk yang bersumpah palsu dengan mengatasnamakan Allah. Itulah sumpah palsu pertama yang terjadi di jagad raya ini, yaitu sumpahnya Iblis. Maka, cepat-cepat Hawa memakan buah pohon itu, lalu Adam mengikutinya. Tiba-tiba suara Allah membahana menghardik, “Bukankah Aku telah melarang kamu berdua dari pohon itu dan Aku katakan kepadamu sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua?” (QS: Al-A’rof: 22). Serta merta, pakaian Adam dan Hawa lenyap entah ke mana. Mereka sadar bila ternyata aurat mereka kelihatan. Adam dan Hawa ketakutan setengah mati serta bingung tidak karuan sambil berlari pontang-panting di dalam surga dan menghampiri pohon-pohon surga sambil menghiba kepada pohon-pohon itu supaya diperkenankan mengambil daunnya untuk menutupi auratnya. Akhirnya pohon Tin merasa kasihan kepada mereka dan memberikan daun-daunnya untuk menutup aurat mereka. Adam dan Hawa bermohon, “Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.” (QS: Al-A’rof: 23). Allah berfirman, “Turunlah kamu! Sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan.” (QS: Al-Baqoroh: 36). Akhir kisah, Allah mengusir makhluk-makhluk yang telah membangkang dari perintah-Nya. Adam, Hawa, Iblis, Ular, dan Merak diturunkan di bumi. Sebagai konsekuensi mereka diturunkannya di bumi, Adam dan Hawa merasakan suasana dingin menusuk tulang dan panas yang menyengat , berkeringat saat bekerja dan Hawa merasakan haid. Iblis juga menerima konsekuensi dengan diubah bentuknya oleh Allah dari rupa malaikat menjadi rupa setan yang menyeramkan dan Allah melaknatnya serta pintu taubat tertutup baginya. Ular ketika sampai di bumi tidak lagi mempunyai kaki. Ia berjalan dengan perutnya, sedangkan merak atas kesalahannya itu ia tidak lagi bisa terbang.
BacaSelengkapnya...

Kamis, 26 April 2012

KESEMPURNAAN PENCIPTAAN

Allah SWT telah menciptakan langit dan bumi seisinya jika kita melihat nun jauh di sana membentang lautan dengan gugusan pulau-pulau dan hamparan bumi yang diselingi lembah, bukit, dan gunung-gunung. Kemudian kita menengadah ke atas langit yang begitu luasnya langsung saja hati kita bertanya apa isi langit yang sangat luas dan sangat tinggi itu?
Setelah Allah menciptakan itu semua tidak berhenti begitu saja. Alam dan seluruh isinya belum ada yang memimpin. Sudah jadi ketentuan-Nya setiap ada kelompok, Allah menunjuk salah satunya untuk menjadi pemimpin. Dan itu berlaku bagi semua makhluk-Nya baik yang hidup maupun makhluk yang tidak hidup. Bagi Allah hidup atau yang tidak hidup sama saja, tidak ada bedanya. Allah bisa saja berkomunikasi seperti kita bisa bicara dengan teman sebelah kita. Allah telah menanyai kepemimpinan yaitu, “Sanggupkah kamu menjadi kholifah “pemimpin?”. Akan tetapi tidak ada yang sanggup, hal ini dinukil dalam Al-Qur’an Surah Al-Akhzab: 72 yang artinya: “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” Ayat ini menyebutkan bahwa setiap kejadian, misalnya Allah setelah menciptakan langit, maka langit itu ditanya, “Apakah kamu sanggup menjadi kholifah?” Namun ia menjawab, “Tidak sanggup”. Begitu pula planet-planet, bintang-bintang, bahkan bumi juga ditanya hal serupa. Namun lagi-lagi mereka menjawab tidak sanggup. Setelah itu Allah menciptakan tumbuh-tumbuhan dan binatang-binatang, mereka itu juga ditanya satu persatu tentang kesanggupannya untuk menjadi pemimpin. Akan tetapi, semua jawabannya tetap sama, yaitu tidak sanggup. Mereka takut dan khawatir kalau-kalau di kemudian hari akan menghianati amanat itu, karena amanat itu sangatlah berat yaitu menjaga kemaslahatan “kebaikan” alam setelah dijadikan Allah dengan sangat sempurna. Amanat kepemimpinan itu adalah untuk menjaga agar semua yang telah tertata apik tidak rusak, apalagi merusaknya. Bagaimana dengan diri kita, “Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” Banyak di antara kita tidak mampu menjaga dirinya dan keluarganya dari perbuatan yang mendatangkan kerusakan. Kesehatan misalnya, jutaan manusia telah mengabaikan peringatan ini, “Merokok dapat menyebabkan kanker, penyakit jantung, menyebabkan impoten, dan gangguan kehamilan dan janin”. Allah SWT telah memberikan kesehatan pada manusia tetapi manusia merusaknya. Ratusan artikel mudah kita dapatkan di internet tentang bahaya rokok, “Bunuh Rokok sebelum Rokok membunuh Kita!!!”.
BacaSelengkapnya...