Logika adalah acuan berfikir, ada kaidah-kaidah yang dijadikan patokan. Dia mempunyai subyek yang dinamakan akal yang rasional. Sedangkan obyeknya adalah proposisi bahasa. Proposisi bahasa mencerminkan realitas, apakah itu realitas di alam nyata ataupun realitas di alam fikiran. Kaidah-kaidah berfikir dalam logika bersifat niscaya atau mesti. Penolakan terhadap kaidah berfikir ini mustahil. Bahkan mustahil pula dalam semua khayalan yang mungkin. Contohnya, semua manusia pada dasarnya sama satu dengan yang lain, yang membedakan satu dengan yang lain adalah pola pikirnya.
Agama, memang abstrak seperti hal-nya surga, neraka, dan Tuhan. Untuk memahami agama itu rasional atau tidak butuh kajian mendalam dan tentu saja dengan hati yang terbuka. Dalam sebuah hadis sahih riwayat Imam Muslim, Baginda Nabi SAW membandingkan antara dunia dan surga. Kata beliau, "Kavling yang paling kecil di surga nanti adalah seperti dunia ini ditambah sepuluh kali lipatnya."
Tentu ada orang yang kemudian bertanya, "Di mana pula lokasi surga itu? Padahal, dunia ini sudah sangat luasnya, dan tampaknya tidak ada seorang pun yang pernah menapakkan kakinya di atas semua dataran dunia ini?"
Pertanyaan orang tadi mencerminkan keraguannya atas adanya alam surga sebagaimana yang diilustrasikan oleh Baginda Nabi SAW. Dan orang tersebut mewakili salah satu dari tiga tipe orang dalam menyikapi Tuhan, surga, neraka, dan alam akhirat.
Ibarat bayi yang baru dilahirkan. Seorang bayi yang dalam kelahirannya masih dalam asuhan orang tua-nya, suatu ketika, ia akan keluar rumah dan akan masuk ke dalam alam yang luasnya jauh bermiliar-miliar lebih luas daripada dunianya bayi dalam rumah yang ia diami sekarang ini.
Ada tiga tipologi anak manusia dalam menyikapi berita yang konon ada dunia lain yang jauh lebih luas daripada dunia sekarang ini. Yang pertama, bocah kecil yang sama sekali tidak percaya terhadap berita itu. Di mana ada alam yang besar seperti itu, sedangkan baginya, rumah dan sekitarnya itu sudah sangat lebar. Ia bisa bermain ke kanan kiri dengan leluasa. Begitu alur pikirannya.
Kedua, bocah kecil yang tidak mau tahu-menahu tentang berita itu. Baginya, itu adalah urusan nanti. Seperti halnya bocah kecil yang pertama, ia tidak pernah membuat persiapan untuk hidup di alam nanti.
Dan ketiga, bocah kecil yang percaya mutlak bahwa apa yang diberitahukan kepadanya itu benar. Alasannya, pihak yang memberi tahu itu adalah pihak yang dipercaya. Maka, kendati ia belum pernah melihat alam itu, ia pun percaya hal itu sepenuhnya. Sebagai bukti atas keyakinannya itu, ia pun membuat persiapan-persiapan untuk memasuki alam tersebut nantinya.
Setelah tiba masanya, ketiga anak kecil itu akan meninggalkan dunia rumah dan masuk ke alam dunia. Dan bocah kecil yang pertama dan kedua baru percaya bahwa apa yang pernah diberitahukan kepada mereka itu benar.
Begitulah manusia di dunia ini menyikapi adanya alam akhirat nanti. Ada yang tidak percaya, tidak tahu menahu, dan percaya sepenuhnya. Bila sudah tiba saatnya, mereka akan keluar dari alam dunia ini, dan masuk ke alam akhirat yang luasnya jauh lebih besar dari dunia ini. Dan dari tiga tipe manusia itu, hanya satu yang akan tinggal di surga, yaitu yang percaya dan mempersiapkan diri untuk itu.
Agama, memang abstrak seperti hal-nya surga, neraka, dan Tuhan. Untuk memahami agama itu rasional atau tidak butuh kajian mendalam dan tentu saja dengan hati yang terbuka. Dalam sebuah hadis sahih riwayat Imam Muslim, Baginda Nabi SAW membandingkan antara dunia dan surga. Kata beliau, "Kavling yang paling kecil di surga nanti adalah seperti dunia ini ditambah sepuluh kali lipatnya."
Tentu ada orang yang kemudian bertanya, "Di mana pula lokasi surga itu? Padahal, dunia ini sudah sangat luasnya, dan tampaknya tidak ada seorang pun yang pernah menapakkan kakinya di atas semua dataran dunia ini?"
Pertanyaan orang tadi mencerminkan keraguannya atas adanya alam surga sebagaimana yang diilustrasikan oleh Baginda Nabi SAW. Dan orang tersebut mewakili salah satu dari tiga tipe orang dalam menyikapi Tuhan, surga, neraka, dan alam akhirat.
Ibarat bayi yang baru dilahirkan. Seorang bayi yang dalam kelahirannya masih dalam asuhan orang tua-nya, suatu ketika, ia akan keluar rumah dan akan masuk ke dalam alam yang luasnya jauh bermiliar-miliar lebih luas daripada dunianya bayi dalam rumah yang ia diami sekarang ini.
Ada tiga tipologi anak manusia dalam menyikapi berita yang konon ada dunia lain yang jauh lebih luas daripada dunia sekarang ini. Yang pertama, bocah kecil yang sama sekali tidak percaya terhadap berita itu. Di mana ada alam yang besar seperti itu, sedangkan baginya, rumah dan sekitarnya itu sudah sangat lebar. Ia bisa bermain ke kanan kiri dengan leluasa. Begitu alur pikirannya.
Kedua, bocah kecil yang tidak mau tahu-menahu tentang berita itu. Baginya, itu adalah urusan nanti. Seperti halnya bocah kecil yang pertama, ia tidak pernah membuat persiapan untuk hidup di alam nanti.
Dan ketiga, bocah kecil yang percaya mutlak bahwa apa yang diberitahukan kepadanya itu benar. Alasannya, pihak yang memberi tahu itu adalah pihak yang dipercaya. Maka, kendati ia belum pernah melihat alam itu, ia pun percaya hal itu sepenuhnya. Sebagai bukti atas keyakinannya itu, ia pun membuat persiapan-persiapan untuk memasuki alam tersebut nantinya.
Setelah tiba masanya, ketiga anak kecil itu akan meninggalkan dunia rumah dan masuk ke alam dunia. Dan bocah kecil yang pertama dan kedua baru percaya bahwa apa yang pernah diberitahukan kepada mereka itu benar.
Begitulah manusia di dunia ini menyikapi adanya alam akhirat nanti. Ada yang tidak percaya, tidak tahu menahu, dan percaya sepenuhnya. Bila sudah tiba saatnya, mereka akan keluar dari alam dunia ini, dan masuk ke alam akhirat yang luasnya jauh lebih besar dari dunia ini. Dan dari tiga tipe manusia itu, hanya satu yang akan tinggal di surga, yaitu yang percaya dan mempersiapkan diri untuk itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar