Kamis, 22 Desember 2011

IJINKAN AKU BERSELINGKUH

Maaf, bukan itu sebenarnya judul tulisan ini. Tetapi, banyak sekali yang tergoda dan memang mempunyai kecenderungan berselingkuh. Ketika melihat lawan yang menggairahkan, yang terbayang adalah kebahagiaan apabila mendapatkannya.

Setelah dipikirkan lebih mendalam, ternyata selingkuh dan korupsi itu mempunyai satu garis darah. Lhooooooo opo maneh iki?
Iya, ini benar lho. Selingkuh dan korupsi dua-duanya sama-sama mendapatkan kesenangan.
Yang mendorong seseorang melakukan korupsi adalah keinginan untuk hidup lebih tercukupi, untuk hidup lebih nyaman. Begitu juga dengan hasrat seseorang untuk berselingkuh adalah ingin menikmati kesenangan.

Koruptor sejati dan peselingkuh lestari, jika saja mereka mau jujur kepadaku apakah mereka bahagia dengan perilakunya itu? jika saja mereka masih amatir, jam terbangnya masih rendah, mungkin setelah menikmati hasil korupsi dan berselingkuh mereka pasti menyesal. Tetapi, apakah ini berlaku bagi koruptor sejati dan peselingkuh lestari? Bisa jadi mereka tidak saja mendapat kesenangan tapi juga merasa bahagia. Apa iya mereka menemukan kebahagiaan? Edan tenan!

Orang alim berkata, “mereka tidak menyadari bahwa kesenangan korupsi dan kenikmatan berselingkuh itu adalah dua jenis hal yang menyamar sebagai kebahagiaan.” Lebih lanjut lagi, “kebahagiaan dan kesenangan adalah dua jalan yang membentang dengan arah yang berlawanan. Ketika memilih jalan kesenangan, mereka sebenarnya sedang berjalan menjauhi jalan kebahagiaan.”

Berikut adalah alasan-alasan yang sering mengepung manusia, berperilaku jujur, bekerja keras, sholat malam, setia pada pasangan, bersabar dan bersyukur adalah hal-hal yang sulit. Ibarat jalan adalah jalan yang terjal, licin, berliku dan penuh tantangan. Terasa berat untuk dijalani.

Sedangkan jalan kesenangan menjanjikan kemudahan sering terlihat indah, menarik, menggairahkan, dan menggoda. Ini sangat sesuai dengan kecenderungan manusia yang ingin serba cepat dan serba mudah. Seperti argumen-argumen berikut ini, “Hidup hanya sekali, kapan lagi?”, “Kesempatan tidak datang dua kali”,  “Bukankah semua orang telah melakukannya?” “Kenikmatan adalah segalanya”, “Mana tahan?”, dan banyak lagi alasan-alasan lain yang menghanyutkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar