Kamis, 10 Maret 2011

OJO DUMEH, TERLALU!


Pantaskah seorang hamba marah kepada Tuhan? Pertanyaan ini aku tujukan kepada diriku sendiri.
Saat kesabaran ditundukkan oleh amarah, aku merasa lebih hebat yang telah mampu memarahi dan mampu melakukan protes terhadap ketetapan Tuhan.
Lebih narsis, aku rumongso (merasa) berhasil marah dan Tuhan menuruti apa yang aku minta.

Ampuni aku ya Allah, masih saja aku belum bisa menerima titipan-Mu. Aku merasa kewalahan, aku menafikan kuasa-Mu. Aku merasa tambah anak hanya akan menambahi beban hidupku, mengurangi kenyamanan dalam hidupku...
Suatu malam, anakku yang nomor dua (2,5 thn) demam, suhu tubuhnya panas sekali mau aku bawa ke dokter tapi aku kerepotan membawanya, bagaimana caranya....kendaraan satu-satunya yang aku miliki adalah motor. Apa aku perlu gendong dengan selendang? Istriku tidak mungkin aku ajak serta membawa Jasmine ke dokter sementara masih ada dua anak lagi di rumah ( no.1 umur 5 thn dan si baby baru berumur 1 thn) sedang pulas tidurnya, jika kami tinggal lantas siapa yang menjaga mereka di rumah, kami tidak mempunyai pembantu...

Duhhh repotnya.......
Dan ketika kepasrahan dan kerumitan melilit kesabaran kami, aku tegaskan dan berkata kepada istriku (inilah bentuk protesku kepada Tuhan) “kita tidak perlu ke dokter, kita kembalikan kepada Tuhan saja karena Dialah yang memaksa kami beranak tiga, biarlah Kuasa dan Keperkasaan-Nya yang akan menyembuhkannya”.

Setelah itu kami putuskan masuk kembali ke kamar tidur dan merebahkan Jasmine ke tempat tidurnya. Apakah setelah protesku tadi lantas Tuhan menyembuhkan Jasmine dari serangan demam? Tentu saja tidak, kun fayakun Allah tidak serta merta jatuh dan menurunkan suhu tubuh anakku. Jasmine anakku malah demamnya makin tinggi sampai dia mengigau. Istri panik dan menangis dan aku sendiri seperti biasanya saat dihadapkan situasi sulit, maka kebiasaan primitif aku lakukan, DOA.
Iya, hanya doa yang bisa aku lakukan. Berharap dengan melafalkan Kalamnya, Allah SWT segera menurunkan keajaiban, kesembuhan bagi Jasmine.

Lalu, apa yang terjadi kemudian? Sungguh, setelah doa dan “protesku” dijawab oleh Tuhan, Jasmine tidak lagi rewel dan suhu tubuhnya merangsur normal hingga keesokan hari. Kami bernafas lega dan kami bisa melanjutkan tidur dengan nyenyak....

Keberhasilan protesku ini aku bawa ke kantor, aku ceritakan kebeberapa teman bahkan aku ceritakan pula ke tempat lainnya. Aku bangga (mungkin saja terselip sifat takabur).
Aku pikir Allah melunak setelah aku protes. Aku mengira Tuhan takut dengan protesku hingga menuruti mau-ku. “Alhamdulillah, seringkali kami dihadapkan pada situasi pelik, anak-anak sakit tidak pernah sekalipun kami membawa anak-anak kami ke Rumah Sakit untuk dirawat (opname), selama ini hanya rawat jalan”.
“Bintang, anak kami yang pertama sudah tiga kali divonis dokter terkena tifus/tipes juga terkena radang paru (flek) dan harus dirawat di Rumah Sakit, karena kondisi tidak memungkinkan kami melakukannya kami cukup merawatnya di rumah sendiri dan syukur alhamdulillah sembuh”.
Aku tidak menyadarinya, bahwa Allah tidak pernah mengingkari janji-Nya “Allah tidak akan membebani hamba-Nya diluar batas kemampuannya”
Dan Allah sangat dekat dengan hamba yang sabar lagi taqwa. Dan aku, belum termasuk di dalamnya. Kufur nikmat, mudah rapuh (tidak sabar) menjauhkanku dari nilai taqwa.

Ya Allah, Yang ampunannya Maha luas....

Sekali lagi tidak, Allah SWT yang kekuasaan-Nya meliputi luasnya langit dan bumi tidak bisa disetir dan Dia tidak merasa kerepotan memelihara makhluknya. Tidak ada makhluk manapun yang bisa mempengaruhi kekuasaan-Nya. Dialah berkehendak atas segala yang Dia pilih atas makhluk-Nya.

Ya Allah, dunia dan isinya dalam genggaman-Mu....

Apalah aku ini, makhluk doif, penuh dosa. Dan Allah telah tunjukkan kekuasaan-Nya.
Setelah apa yang telah aku lakukan, mengira bahwa Allah bisa diprotes mau menuruti kemauanku. Allah telah menarik kembali nikmat-Nya yang sempat aku rasakan..... Jasmine anakku kembali demam dan panasnya mencapai 39◦C hingga keluar bintik merah di sekujur tubuhnya (tampek) hingga akhirnya tidak ada pilihan lain kecuali HARUS masuk rumah sakit dan dokter menyarankan diopname!.

Jasmine nampak lelah dan lemas sudah dua hari tidak dapat asupan nutrisi karena tiap diberi makan selalu dimuntahkan. Dokter bilang, “dia bisa dehidrasi dan kasihan ginjalnya karena sudah dua hari dia tidak bisa pipis”.
Akhirnya kami menyerah dan mengikuti saran dokter, Jasmine perlu perawatan intensif dan harus dirawat di rumah sakit untuk beberapa hari sampai dia sembuh.
Sampai di sini aku tetap saja belum memahami, sibuk dengan keruwetan pikiran. Perlukah aku protes lagi kepada Tuhan? Kalau sudah begini, bisa apa aku. Di mana keangkuhan dan kesombonganku, bisakah aku melawan kehendak-Nya?
Setelah aku memesan kamar rumah sakit dan menandatangani pernyataan dan persetujuan jika suatu saat, kapan pun dokter berhak melakukan tindakan medis.....tubuhku terasa menyusut, lemas tak berdaya...ohhh betapa kecilnya aku dihadapan-Mu ya Allah.....
Repotnya....butuh perjuangan untuk membujuk Jasmine agar tidak berontak saat suster rumah sakit hendak memasukkan jarum infus. Saat aku dan Jasmine di rumah sakit, istri kembali ke rumah karena masih ada dua anak yang membutuhkan perhatian. Mengantar-jemput Bintang ke sekolah (TK-A) dan memberi ASI kepada si kecil Maira.

Sudah satu hari aku dan Jasmine di rumah sakit. Jasmine masih kelihatan pucat dan lemah matanya sayu tidak lagi aku lihat keceriaan dan kelucuan pada dirinya....

Ya Allah.....tempat muara segala urusan makhluknya...

Jasmine belum sembuh, baru sehari di rumah sakit Istri di rumah telpon mengabarkan Bintang muntah-muntah terus apa pun isi dalam perutnya dikeluarkan. Jangankan makan nasi, minum teh saja dimuntahkan. Waduh, apa lagi ini Tuhan......aku perintahkan istri segera membawa Bintang ke rumah sakit. Betapa repotnya istriku membawanya ke rumah sakit sementara Maira si kecil tidak bisa lepas dari gendongannya. Di rumah ada si mbak tukang bersih-bersih rumah, selain itu tugasnya mencuci pakaian dan seterika. Kami tidak bisa andalkan untuk pekerjaan lainnya.

Dengan bantuan tukang ojek sampailah istri dan Bintang di rumah sakit. Selesai melakukan pendaftaran kami dalam antrian, menunggu giliran Bintang ditangani oleh dokter anak yang ada saat itu. Aku tidak bisa menggambarkan dan menuangkan dalam tulisan ini tampang istriku juga Bintang anakku yang merintih melawan sakit di perutnya. Aku hanya mematung tak berdaya dan betapa malunya aku terhadap kemauan Tuhan....kurasakan Tuhan menertawakanku dan aku terpaku getir sampai-sampai aku tak kuasa menggerakkan kakiku. Duhhhhh Gusti Allah......aku tersentak saat istriku memanggilku dan memintaku agar membawa Bintang ke ruang dokter karena telah tiba gilirannya.
Setelah dokter memeriksanya, diagnosa awal Bintang terkena diare. Dengan segala pertimbangan dan saran dokter akhirnya diputuskan Bintang dirawat, satu ruangan dengan Jasmine. Seperti halnya ketika Jasmine diinfus aku dan istriku kembali dihadapkan situasi di mana semua orang tua takkan bercita-cita anaknya masuk rumah sakit apalagi musti diopname dan jarum infus melubangi nadi anaknya. Kami orang tuanya harus mengalahkan rasa iba....

Sehari setelah Bintang dirawat di rumah sakit belum menunjukkan tanda-tanda kesembuhan. Bintang terus mengeluh sakit perut bagian bawah dekat pusarnya hal ini kami sampaikan ke dokter. Setelah dokter menerima informasi dari kami dokter segera memeriksanya, perut Bintang ditekan agak dalam dan Bintang menyeringai kesakitan, “aduhhhh sakittttt”.
Kemudian dokter menghampiri kami dan berkata, “saya curiga, nampaknya Bintang kena usus buntu”, “kami akan melakukan rongent untuk memastikannya, sebelum kami melakukan rongent Bingtang harus puasa minimal 10 jam, mulai sekarang Bintang baiknya jangan diberi makanan atau pun susu agar esok hari jam 9 dapat kami lakukan rongent”. Kami orang tuanya pasrah sambil berharap ke-Agungan Tuhan bahwa usus buntu itu tidak ada/tidak terjadi sehingga Bintang tidak perlu dioperasi.

Ya Allah.......kepada siapa lagi kami mengadu....air mata kami tumpah ruah, sedih, kwatir, miris mengingat Bintang makin tak berdaya, mulut mungilnya memanggil lirih, mama....papa.....sakit perut...Aku kok tidak yakin, mungkin lebih tepatnya tidak PD untuk meminjam keajaiban tangan Tuhan untuk mengangkat derita anakku setelah apa yang telah aku perbuat dengan menafikan kuasa-Nya.

Malam makin larut namun mata ini sulit terpejam, berharap aku bisa segera tidur sehingga aku bisa melupakan bagian terkecil derita yang diberikan Tuhan. Nampaknya malam ini terasa panjang, jika saja malam adalah lembaran kertas ingin aku robek menjadi pagi. Aku sudah tidak sabar ingin Bintang segera dirongent dan hasilnya negatif (usus buntu itu tidak ada).

Adzan subuh sampai ke telingaku, mumpung Bintang dan Jasmine masih tidur aku tinggal dulu untuk sholat subuh yang kebetulan mushola rumah sakit dekat dengan kamar anak-anak dirawat. Selesai sholat subuh aku segera kembali ke kamar dan alhamdulillah mereka masih pulas tidurnya. Aku membaringkan tubuhku di sofa yang tersedia di dalam kamar itu dan tidak lama kemudian aku merasakan kantuk amat berat dan selanjutnya aku tidak ingat lagi, aku tertidur.
Sekitar dua jam aku tertidur, tepat jam 7 pagi aku terbangun karena terdengar ketukan pintu kamar yang ternyata suster rumah sakit ijin hendak masuk. Dan aku ijinkan dia masuk dan suster itu langsung memeriksa selang infus kemudian memeriksa suhu tubuh Bintang.

Sabtu pagi dokter telah mengijinkan Jasmine bisa dibawa pulang karena sudah dinyatakan sehat. Jasmine sembuh dan dia kembali lucu, riang dan bawel. Mamanya menjemputnya sementara aku dan Bintang masih tinggal di rumah sakit. Tentu saja Bintang berontak nangis ingin ikut pulang bersama mamanya. Tetapi itu tidak mungkin karena nanti jam 9 dokter akan melakukan rongent untuk memastikan apakah usus buntu yang diyakini dokter itu nyata ada.

Tepat jam 9 pagi Bintang dibawa ke ruang rongent oleh suster rumah sakit dan menghantarkannya. Bintang meronta nangis ketakutan, aku membujuknya walau kenyataannya bujukanku tidak berarti, tidak bisa menghentikan tangisnya. Dengan segala daya aku dan suster bekerjasama untuk melakukan foto rongent dan mengabaikan tangisan Bintang yang mengiba minta tolong. Akhirnya rongent bisa dilaksanakan. “sejam lagi sudah ada hasilnya dan dokter yang akan menjelaskan hasilnya kepada bapak”, petugas rongent berkata demikian kepadaku. Aku membawa kembali Bintang di kamarnya semula. Harap-harap cemas aku menunggu hasilnya sambil bertanya kepada diriku sendiri, apakah Tuhan bisa merubah kondisi pelik ini? Tidak ada yang tidak mungkin di sisi Tuhan jika Dia berkehendak. Begitulah sisi batinku berkata. Setidaknya begitulah apa yang pernah aku dengar dari beberapa orang bijak dan aku juga pernah membacanya dalam Al-Qur’an. Berbagai macam pikiran berseliweran di kepalaku. Aku dikepung oleh pikiranku sendiri hingga kurasakan sesak. Dan bunyi ketukan pintu mengurai kemelut pikiranku. Dokter datang, dan kali ini dokter bedah yang datang. Jika dokter bedah yang datang di kamar ini, aku tidak yakin dia membawa berita baik untuk Bintang juga aku. Usus buntu dan operasi adalah keniscayaan.

Ya Allah.......yang pengetahuan-Nya amat luas tak terbatas....

Positif, Bintang terkena usus buntu!

Nanti jam 23.00 jika memungkinkan dokter akan melakukan operasi “Apendix” Bintang dianjurkan untuk tidak makan, mulailah puasa dari jam 12 siang nanti.
Layaknya seperti jagal yang akan memotong hewan, tegas kata-katanya dan nyatanya dia adalah dokter yang bertugas di Mabes Angkatan Darat.
Tidak ada jalan lain, ketakberdayaan kami dan kepasrahan kami menghempas menghunjam dengan sekeras-kerasnya. Ohhhh Bintang anakku....nasibmu le le.....anak lanangku...
Jauuuuuuh sebelum ini, aku berharap jangan sampai ada anak-anakku dirawat, diopname dengan selang infus di rumah sakit, kok ini Bintang malah dioperasi...duh Gusti Allah.....

Seperti yang telah direncanakan semula oleh dokter bedah, Bintang jadi dioperasi, dilakukan pemotongan, diputus sambung ususnya.
Bintang pulas tertidur setelah dibius oleh dokter bedah dan dibawa masuk ke ruang operasi. Aku seperti orang mabuk, berjalan tanpa arah di sekitar ruang operasi. Maju, mundur, ke samping, kiri kanan, sementara mulutku merancu bak dukun membaca mantera, komat-kamit.....aku pasrahkan urusan ini kepada-Mu ya Allah.....tolonglah anakku.
Setengah jam kemudian dokter bedah keluar dari ruang operasi dan menghampiriku, “operasinya sudah selesai bapak bisa tengok anaknya, tetapi anak bapak anak masih belum sadar karena pengaruh bius”. “sukses ya dokter, operasinya?” aku bertanya kepada dokter dan dia menjawab, “Insya Allah dengan seulas senyum di bibirnya”, dan aku membalasnya dengan ucapan “alhamdulillah”.
Jam 24.12 Bintang dikeluarkan dari kamar operasi dan dikembalikan di kamar inap. Sekitar tiga puluh menit aku menunggu, namun, Bintang belum juga sadar dari pengaruh bius. Aku putuskan untuk tidur dekat dengannya agar jika dia bangun aku mengetahuinya. Jam 3 pagi Bintang nangis kencang....sakit papa sakit papa...perut Bintang sakiiiiiit....aku segera bangun dan memanggil suster jaga. Suster bilang, Bintang kesakitan karena pengaruh bius mulai berkurang...dan mulai saat itu hingga keesokan hari Bintang kesakitan, sering merintih nangis.....tepat seminggu Bintang dirawat di rumah sakit dan akhirnya berangsur sehat dan kini Bintang kembali sehat, kembali ditengah rumah dan keluarganya sendiri, kembali ke sekolah, kembali bertemu dan bermain dengan teman-temannya di sekolah.....
Terima kasih ya Allah engkau telah melatih kesabaranku....minimal inilah hikmah yang dapat aku petik....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar