Sosok kematian yang begitu angkuh tak terkalahkan dan tak kenal kompromi membuat kita selalu protes kepada pemilik dan perancang kelahiran dan kematian. Bagaimana kita mesti menyikapi semua ini? Ketika seorang kaya raya terserang penyakit ganas yang mampu mengambil hidupnya, kita menjadi tersadar betapa sesungguhnya rapuh dan lemahnya diri kita. Pantas agama mengajarkan untuk selalu bersikap rendah hati, karena baik ilmu, harta, maupun pangkat tidak ada yang abadi dan semuanya mudah sekali lepas dari diri kita.
Pada upacara pelepasan jenazah dari rumah duka kita sering mendengar ucapan,”… dalam kehidupan manusia ada dua peristiwa penting. Pertama pada saat ia dilahirkan. Pada saat itu sang bayi menangis sedang yang hadir berbahagia. Kedua pada saat ia dipanggil Tuhannya. Pada saat itu yang meninggal berbahagia, sementara yang hadir menangis (berduka cita).
Lahir pasti bukan kemauan sang bayi, kalau dia boleh memillih siapa orang tuanya, mungkin dia akan memilih jadi anaknya orang makmur. Makmur harta, makmur jabatan. Kalau bayinya tidak dapat pilih-pilih, calon orang tuanya pun juga tidak dapat minta agar anak yang akan dilahirkan berambut brindil kayak Giring atau Edy Brokoli, bermata Liz Tailor, berhidung Brad Pit dan berbibir Lola Amaria… like father like son… Buah apel tak akan jatuh jauh dari pohonnya. Kalau kulit orang tuanya tidak mengkilat, anaknya ya… sekitar itu-itulah.
Kita telah diingatkan lewat agama tuk berdoa, “Wahai Tuhanku, karuniakanlah bagiku anak-anak yang shaleh, anak yang dapat menjadi buah hati dan pengobat duka hati orang tuanya”.
Setiap apa yang ada di bumi ini akan hancur demikian pula tubuh manusia akan terurai menjadi tanah. Mati itu rahasia Illahi. Orang yang kurang menyadari sering mempersoalkan, “Oooalah Mas Mas, kamu itu bagaimana. Dulu jadi Preman Pasar dipukuli Satpol PP berkali-kali tidak mati. Sekarang Cuma jatuh di kamar mandi saja kok mati.”
Dalam hidup kita sering menjumpai peristiwa-peristiwa yang bertentangan atau tidak sesuai dengan keinginan kita. Jika demikian halnya, kita harus segera menyadari bahwa itu adalah ketetapan-Nya, tidak seorangpun yang mengetahui. Oleh karena itu sikap sabar dan tawakal harus dikedepankan.
Sadar bahwa mati adalah suatu keniscayaan dan tak dapat diramalkan. Maka pak Modin suatu hari pernah “berfatwa” pada anak-anaknya. “Semua itu akan mati hanya istilahnya saja mungkin berbeda. Ada yang menyebutnya wafat, meninggal, bahkan modar, tidak masalah. Percuma saja kita lari dari ketetapan-Nya. Kemanapun atau sejauh apapun kita lari, sesungguhnya kita tengah menuju kematian.”
Lahir pasti bukan kemauan sang bayi, kalau dia boleh memillih siapa orang tuanya, mungkin dia akan memilih jadi anaknya orang makmur. Makmur harta, makmur jabatan. Kalau bayinya tidak dapat pilih-pilih, calon orang tuanya pun juga tidak dapat minta agar anak yang akan dilahirkan berambut brindil kayak Giring atau Edy Brokoli, bermata Liz Tailor, berhidung Brad Pit dan berbibir Lola Amaria… like father like son… Buah apel tak akan jatuh jauh dari pohonnya. Kalau kulit orang tuanya tidak mengkilat, anaknya ya… sekitar itu-itulah.
Kita telah diingatkan lewat agama tuk berdoa, “Wahai Tuhanku, karuniakanlah bagiku anak-anak yang shaleh, anak yang dapat menjadi buah hati dan pengobat duka hati orang tuanya”.
Setiap apa yang ada di bumi ini akan hancur demikian pula tubuh manusia akan terurai menjadi tanah. Mati itu rahasia Illahi. Orang yang kurang menyadari sering mempersoalkan, “Oooalah Mas Mas, kamu itu bagaimana. Dulu jadi Preman Pasar dipukuli Satpol PP berkali-kali tidak mati. Sekarang Cuma jatuh di kamar mandi saja kok mati.”
Dalam hidup kita sering menjumpai peristiwa-peristiwa yang bertentangan atau tidak sesuai dengan keinginan kita. Jika demikian halnya, kita harus segera menyadari bahwa itu adalah ketetapan-Nya, tidak seorangpun yang mengetahui. Oleh karena itu sikap sabar dan tawakal harus dikedepankan.
Sadar bahwa mati adalah suatu keniscayaan dan tak dapat diramalkan. Maka pak Modin suatu hari pernah “berfatwa” pada anak-anaknya. “Semua itu akan mati hanya istilahnya saja mungkin berbeda. Ada yang menyebutnya wafat, meninggal, bahkan modar, tidak masalah. Percuma saja kita lari dari ketetapan-Nya. Kemanapun atau sejauh apapun kita lari, sesungguhnya kita tengah menuju kematian.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar