Karena keterbatasan, untuk mewujudkan sesuatu harus mengorbankan sesuatu yang dipunya. Home sweet home kata orang, “baiti jannatin” atau rumahku surgaku kata sebagian yang lain. Tinggal di rumah sendiri tetap saja lebih enak, berkumpul dengan keluarga, mungkin saja dengan binatang kesayangannya, tetangga yang ramah, ngangeni.
Rumah bukan sekedar tempat tinggal semata. Rumah adalah tempat untuk merenung, merefleksikan diri. Tempat yang mendatangkan ketenangan dan ketentraman bagi anggota keluarga, sekaligus ladang ibadah. Tampilan fisik rumah boleh beragam, mulai modern hingga ketinggalan jaman. Jorok-jorok sedikit semisal ada lukisan atau coretan anak di dinding rumah tidak apalah, mungkin justru ada kenikmatan tersendiri. Sementara teriakan, nyanyian, tingkah polah anak, suara piring jatuh mampu melengkapi tanda-tanda adanya kehidupan yang bergairah.
Setting ruangan ditata dengan selera minimalis atau ruwet itu tidak penting, yang penting yang tinggal di rumah itu betah, krasan. Ada yang menghitung-hitung, konon anak-anak hanya menghabiskan waktu kurang dari sepertiga tahun dalam setahunnya di sekolah. Itu artinya sebagian besar hidup mereka berada di luar sekolah. Itu berarti pula pertemuan di rumah adalah hal yang sangat penting. Rumah adalah tempat mencurahkan perasaan hati, tempat mendapatkan usapan kasih sayang, tempat pembentukan karakter, tempat belajar……..apa saja.
Tidak terbayangkan kalau mereka tidak krasan apalagi kalau ditambah org tuanya jarang di rumah. Love, that always bring us home. Love, that is found in a perfect home. Menyadari perlunya suasana sejuk, demokratis, maka kita yang memiliki “otaritas” di wilayah yang bernama rumah tangga itu ingin rumahnya penuh dengan berkah, tenteram penuh cahaya hidayah. Sehingga kita harus belajar atau hendaknya memposisikan menjadi orang tua yang bijaksana, yang mampu menghargai perbedaan, yang mampu ngayomi keluarga. “Kita percaya atas nama cinta, perbedaan yang mungkin ada di antara kita dapat luluh menjadi kebersamaan.
Cinta dapat berwujud ribuan wajah atau tampilan seperti saling membantu, mendoakan, mengingatkan, sedia berkorban, senyuman dan sebagainya. Kalau semua kita rajut menjadi satu, yang namanya senang akan sama-sama kita rasakan, kalaupun ada susah akan terasa lebih ringan”. “Dan alangkah indahnya kalau dari rumah ini mengalun lagu-lagu cinta dan kita semualah yang mendendangkan”.
Setting ruangan ditata dengan selera minimalis atau ruwet itu tidak penting, yang penting yang tinggal di rumah itu betah, krasan. Ada yang menghitung-hitung, konon anak-anak hanya menghabiskan waktu kurang dari sepertiga tahun dalam setahunnya di sekolah. Itu artinya sebagian besar hidup mereka berada di luar sekolah. Itu berarti pula pertemuan di rumah adalah hal yang sangat penting. Rumah adalah tempat mencurahkan perasaan hati, tempat mendapatkan usapan kasih sayang, tempat pembentukan karakter, tempat belajar……..apa saja.
Tidak terbayangkan kalau mereka tidak krasan apalagi kalau ditambah org tuanya jarang di rumah. Love, that always bring us home. Love, that is found in a perfect home. Menyadari perlunya suasana sejuk, demokratis, maka kita yang memiliki “otaritas” di wilayah yang bernama rumah tangga itu ingin rumahnya penuh dengan berkah, tenteram penuh cahaya hidayah. Sehingga kita harus belajar atau hendaknya memposisikan menjadi orang tua yang bijaksana, yang mampu menghargai perbedaan, yang mampu ngayomi keluarga. “Kita percaya atas nama cinta, perbedaan yang mungkin ada di antara kita dapat luluh menjadi kebersamaan.
Cinta dapat berwujud ribuan wajah atau tampilan seperti saling membantu, mendoakan, mengingatkan, sedia berkorban, senyuman dan sebagainya. Kalau semua kita rajut menjadi satu, yang namanya senang akan sama-sama kita rasakan, kalaupun ada susah akan terasa lebih ringan”. “Dan alangkah indahnya kalau dari rumah ini mengalun lagu-lagu cinta dan kita semualah yang mendendangkan”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar