Selasa, 19 Oktober 2010

PERUSAHAAN KUAT TERLETAK PADA KEKUATAN SPIRITUAL PEMIMPIN-NYA

Jika ada pemimpin seperti cerita sepele di bawah ini, dijamin perusahaan itu kuat: ada salah seorang karyawan datang kepada atasan, “Pak, saya bermaksud memohon ijin cuti karena beberapa hari lagi saya menikah dengan seorang gadis yang sebentar lagi akan jadi istri saya. Ini adalah surat pengajuan cuti saya mohon diterima”. Sebelum karyawan itu beranjak pamit dari hadapan-nya, atasan itu berujar, “Alhamdulillah kamu segara menikah, apa yang bisa saya bantu untuk acara pernikahanmu itu?” walau hanya ucapan, saya yakin karyawan itu hatinya akan tersentuh dan bersemangat kembali lagi ke kantor setelah acara pernikahannya selesai. Karena apa? Tentu karena karyawan itu tidak mau menunda lebih lama untuk bertemu dan berkumpul dengan atasan itu.
Beberapa hari kemudian salah seorang karyawan yang lain menelponnya, “Pak Ihsan, saya mohon maaf tidak masuk kerja karena ibu saya sakit saya harus mengantarnya berobat”. Dan atasan itu dengan antusiasnya menjawab, “ iya..ya ga papa, urusin dulu ibunya, bawa ke rumah sakit yang memadai , beritahu saya di rumah sakit mana ibunya dirawat, ya?”. Masih banyak lagi kejadian-kejadian heroic yang dilakukan pak Ihsan untuk meringankan beban karyawannya.

Hal yang sama terjadi dengan pendiri perusahaan kosmetik wanita “Wardah”, Nurhayati Subakat. Awalnya ia adalah seorang karyawati, namun kemudian ia keluar dan memutuskan untuk mencoba usaha kosmetik yang diraciknya sendiri dan usahanya itu mulai berkembang. Tetapi tanpa disangka musibah yang malang itu terjadi. Rumah beserta produk-produk kosmetiknya habis terbakar. Yang tersisa hanyalah sebuah kamar miliknya. Modal usaha Rp 200 juta itu pun musnah kebakar. Semangat dan motivasi usahanya padam akibat peristiwa itu. Namun tiba-tiba hatinya bagai tersentuh ketika mengingat kesedihan dan kesulitan bekas karyawannya yang baru saja kehilangan pekerjaan. Dari sinilah semangatnya bangkit kembali untuk menyelamatkan para karyawannya yang sempat kehilangan pekerjaan. Akhirnya perusahaan itu kembali bangkit hingga saat ini dengan sangat pesat.

Ada sebuah perusahaan farmasi di Jepang yang hampir bangkrut. Untuk menyelamatkan perusahaan tersebut, maka hampir seluruh karyawannya diliburkan beberapa bulan. Namun mereka tidak diistirahatkan di rumah, mereka dikirim ke klinik-klinik dan rumah sakit-rumah sakit untuk melihat bagaimana orang-orang di rumah sakit yang menderita dan membutuhkan pertolongan itu dirawat dan diobati oleh para medis. Banyak di antara pasien itu yang tertolong, namun banyak pula yang kemudian cacat, mati dan tidak tertolong lagi.
Tiga bulan kemudian semua karyawan itu dipanggil kembali untuk bekerja memproduksi berbagai jenis obat-obatan. Selang enam bulan, perusahaan itu telah tumbuh kembali dengan sangat pesat dan mengagumkan. Ketika salah satu karyawan ditanya “Mengapa perusahaan itu bisa berhasil?” Ia menjawab, “Ketika saya meracik obat, saya tidak berpikir sedang bekerja pada perusahaan ini, tetapi saya membayangkan betapa senangnya apabila obat yang saya racik ini berguna untuk kesembuhan orang sakit.”

Apabila kita pelajari keseluruhan kisah sukses di atas, maka kita akan melihat sebuah persamaan mendasar yang melatarbelakangi usaha mereka, yaitu motivasi mereka bukan lagi semata pada materi melainkan motivasi yang bersandar pada nilai-nilai yang bersifat spiritual. Seperti motivasi pak Ihsan yang menunjukkan cintanya yang tulus kepada karyawannya. Nurhayati Subakat, dengan kasih murninya dan tanggung jawabnya. Demikian pula Matsushita, misi utama dalam bisnisnya justru bukan terletak pada uang. Ia mengatakan “life is not only for bread” hidup bukan sekedar untuk sekerat roti. Ia menunjukkan makna lain yang lebih penting dari sekedar uang yang diibaratkan dengan sekerat roti.

Dan kini usahanya sangat berkembang di seluruh dunia. Dan perusahaan farmasi Jepang dengan keinginan menolong dan menyelamatkan. Semua itu adalah motivasi murni yang berlandaskan nilai-nilai spiritual yang tulus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar