Lebaran, iya hari raya lebaran tahun 2005 (1426H) aku bersama istri dan anakku dalam perjalanan pulang setelah lebaran di rumah saudara di Bogor – Gunung Putri yang aku tempuh dengan Vespa.
Sekitar jam 14.30 kami melintas di jalan Mercedes Benz tiba-tiba hujan mengguyur sangat deras. Karena tak bawa jas hujan, aku meminggirkan motor dan kami berteduh di bawah teras sebuah rumah yang hampir mirip seperti warung yang kelihatan lusuh dan kebetulan sedang tutup. Baju kami telah terlanjur basah sehingga kami mulai merasa dingin. Kami ada di situ kurang lebih setengah jam dan hujan belum juga reda.
Tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka dan tampaklah pemilik rumah, seorang Ibu tua membuka pintu dan dia berkata,"Masuk saja sini.” Dengan malu-malu kami masuk bagian ruangan dalam rumah itu, dan telah tersedia tiga cangkir teh.
Aku dan istriku terkejut, dan aku berkata,"Terima kasih Bu, wahhh kami jadi merepotkan…..." Ibu itu menjawab,"Ga, tidak merepotkan, ayo diminum dulu.."
Kamipun tak bisa menolak. Kemudian kami duduk, di ruangan di atas meja telah terhidang teh panas dan ubi goreng. Sesaat aku tidak mampu untuk segera menikmati jamuan itu hanya karena aku terharu, tidak kuasa aku menerima perlakuan Ibu itu. Dan Ibu itu menemani kami minum teh dan makan ubi goreng yang sungguh nikmat, luar biasa.
Yang masih saya ingat, nampaknya Ibu itu bukan golongan orang berpunya. Meja dan kursinya lusuh, kusam dan sederhana. Dan setelah aku tanyakan ternyata Ibu itu hidup dengan seorang cucu yang masih berumur 10 tahun sedangkan suaminya telah meninggal.
Tetapi yang belum tentu ada pada sifat-ku, dengan kondisi seadanya Ibu itu dengan tulus berkenan membukakan pintu dan menyuguhkan teh dan makanan kepada tamu yang belum dikenalnya. Mungkin bagi banyak orang menganggap apa yang dilakukannya adalah sesuatu hal kecil. Tapi di lubuk hati-ku, itu adalah hal yang sangat luar biasa karena aku sendiri belum pernah melakukan hal yang sama dengan Ibu itu. Saat kami pamit ketika hujan mulai reda, Ibu itu mempersilahkan dengan baik dan sempat Ibu itu mengelus kepala anak-ku yang masih kecil (ketika itu baru berusia 1 tahun).
Sepanjang hidupku baru sekali ini aku mengalami kondisi seperti di atas. Yang masih aku ingat, beberapa kali saya berteduh kadang di teras rumah atau toko besar yang pasti lebih bagus, tetapi pemiliknya tak punya niat mempersilahkan dan sebaik Ibu itu.
Begitulah tiap turun hujan selalu saja membawa ingatan-ku ke masa itu, tempat berteduh yang memberi pelajaran terindah bahwa untuk berbagi kita tak perlu menunggu kaya. Ingin rasanya aku mewarisi sifat baik Ibu tadi.
Semoga Allah membahagiakan Ibu yang baik hati itu, meskipun peristiwa ini telah berlalu 5 tahun yang lalu, suasana hujan, hangatnya teh, dan nikmatnya ubi goring…hhmmm masih saja terasa samapai sekarang.
Tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka dan tampaklah pemilik rumah, seorang Ibu tua membuka pintu dan dia berkata,"Masuk saja sini.” Dengan malu-malu kami masuk bagian ruangan dalam rumah itu, dan telah tersedia tiga cangkir teh.
Aku dan istriku terkejut, dan aku berkata,"Terima kasih Bu, wahhh kami jadi merepotkan…..." Ibu itu menjawab,"Ga, tidak merepotkan, ayo diminum dulu.."
Kamipun tak bisa menolak. Kemudian kami duduk, di ruangan di atas meja telah terhidang teh panas dan ubi goreng. Sesaat aku tidak mampu untuk segera menikmati jamuan itu hanya karena aku terharu, tidak kuasa aku menerima perlakuan Ibu itu. Dan Ibu itu menemani kami minum teh dan makan ubi goreng yang sungguh nikmat, luar biasa.
Yang masih saya ingat, nampaknya Ibu itu bukan golongan orang berpunya. Meja dan kursinya lusuh, kusam dan sederhana. Dan setelah aku tanyakan ternyata Ibu itu hidup dengan seorang cucu yang masih berumur 10 tahun sedangkan suaminya telah meninggal.
Tetapi yang belum tentu ada pada sifat-ku, dengan kondisi seadanya Ibu itu dengan tulus berkenan membukakan pintu dan menyuguhkan teh dan makanan kepada tamu yang belum dikenalnya. Mungkin bagi banyak orang menganggap apa yang dilakukannya adalah sesuatu hal kecil. Tapi di lubuk hati-ku, itu adalah hal yang sangat luar biasa karena aku sendiri belum pernah melakukan hal yang sama dengan Ibu itu. Saat kami pamit ketika hujan mulai reda, Ibu itu mempersilahkan dengan baik dan sempat Ibu itu mengelus kepala anak-ku yang masih kecil (ketika itu baru berusia 1 tahun).
Sepanjang hidupku baru sekali ini aku mengalami kondisi seperti di atas. Yang masih aku ingat, beberapa kali saya berteduh kadang di teras rumah atau toko besar yang pasti lebih bagus, tetapi pemiliknya tak punya niat mempersilahkan dan sebaik Ibu itu.
Begitulah tiap turun hujan selalu saja membawa ingatan-ku ke masa itu, tempat berteduh yang memberi pelajaran terindah bahwa untuk berbagi kita tak perlu menunggu kaya. Ingin rasanya aku mewarisi sifat baik Ibu tadi.
Semoga Allah membahagiakan Ibu yang baik hati itu, meskipun peristiwa ini telah berlalu 5 tahun yang lalu, suasana hujan, hangatnya teh, dan nikmatnya ubi goring…hhmmm masih saja terasa samapai sekarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar