Selasa, 06 Juli 2010

SELALU SAJA KITA TIDAK TAHU APA MAUNYA TUHAN

Saat kita dihadapkan oleh kenyataan bahwa kesialan, kekecewaan dan tidak beruntungnya kita dan kita jadi gregetan kenapa Tuhan tega-teganya memberi ujian seperti itu, ada yang tidak tahan lalu menghujat Tuhan. Itu adalah saat iman kita rapuh.

Ini adalah cerita sungguhan, seorang kawan dia adalah karyawan juga sebagai pengusaha namun saya tidak tahu persis bagaimana hatinya tercerahkan seakan telah melihat Tuhan mungkin itu yang dinamakan hidayah.

Sholat 5 waktu dilakukannya tepat waktu, nyaris sempurna seperti tiada hari tanpa ingat Tuhan dan ibadahnya khusu’ itulah gambaran orang yang telah “melihat Tuhan”.
Dan saking cintanya kepada Tuhan yang disembahnya semua urusan semata-mata demi mendapat ridho Allah SWT. Seluruh keluarga diarahkan untuk lebih dekat kepada Tuhan tanpa terkecuali supir dan pembantunya.

Entah aturan seperti yang telah diterapkan di keluarga itu, pernah suatu hari salah satu supirnya bercerita, “Mas, dulu saat aku memutuskan pindah kerja dari majikan yang lama ke majikan yang baru ini aku berpikir akan lebih baik. Ibadahku akan lebih baik karena aku pikir inilah keluarga Islami yang sesungguhnya, keluarga yang santun dan tentu saja bisa dijadikan panutan.” Begitulah sang supir memulai ceritanya dan dia melanjutkan ceritanya (mungkin lebih tepatnya curhat kali), “padahal aku tuh ingin beribadah pada Tuhanku dengan nyaman sesuai dengan kehendakku tanpa tekanan”, lho, maksudnya apa ini Mas, kok ibadah ditekan dipaksakan? Saya menyela disaat dia ingin melanjutkan ceritanya. Begini lho Mas, “masak kalau aku ndak sholat tepat waktu gajiku dipotong oleh majikan perempuan, seakan-akan dia itu mandor bangunan yang mendapat mandat dari Tuhan untuk mendikte dan mengawasi ibadahku?” “Aku ndak tahan Mas kerja di majikan ini, aku mau keluar saja, aku sering ndak bisa sholat tepat waktu itu kan bukan mauku tapi aku ini sibuk dengan pekerjaan yang lain, aku ini supir bukan ustad….” Begitulah dia berkeluh kesah.

Beberapa hari kemudian saya tidak pernah bertemu lagi dengan supir itu, barangkali dia benar-benar keluar dari pekerjaannya. Dan cerita supir pun berlalu dan saya sendiri telah melupakannya.

Lalu, apa hubungannya cerita supir dan majikannya dengan judul tulisan ini? Di bawah ini cerita lanjutannya:

Kawan yang jadi majikan sang supir tadi adalah salah satu hamba Tuhan yang taat ibadahnya melebihi kita-kita ini dan kini dia sedang diuji. Usahanya bermasalah dan hampir semua asset yang telah dia miliki disita orang. Hanya sampai di sini ceritanya, saya tidak tahu persis kenapa usahanya gagal dan sampai semua asetnya disita. Dari peristiwa ini saya berpikir, “kenapa Tuhan masih bisa tega menggoda hambanya yang begitu saleh, adakah yang salah dengan ibadahnya?” atau jangan-jangan sang supir tadi gregetan dan kemudian berdoa dan doa-nya dikabulkan oleh Tuhan? Tapi, apa mungkin doa seorang supir yang sering sholat tidak tepat waktu itu lebih ampuh daripada sang majikan, yang kita tahu dari cerita di atas bahwa sang majikan ibadahnya lebih dahsyad? Hayo, begitulah pikiranku berseliweran di kepalaku….

Meminjam kutipan dari M. Arief Budiman: “Ada hari-hari di mana tak semua harapanmu terpenuhi. Ada hari-hari di mana kebahagiaan seolah hanya ditakdirkan tuk orang lain. Ada hari-hari di mana keburukan sperti mengumpulkan dan menjadi palu godam yang menghantam nasibmu. Ada hari-hari di mana saat begitu dibutuhkan, teman-teman terdekat menjadi yang paling jauh. Ada hari-hari di mana kamu merasa telah melakukan segalanya sebaik-baiknya, mengikuti dengan hati-hati semua jalan Tuhan, tapi yang kamu terima adalah duka cita.
Secara manusiawi kita boleh dan wajar berteriak histeris, memaki-maki, dan memepertanyakan keadilan Tuhan ada di mana. Sebagian besar orang akan melakukan hal yang sama: tuk semua hal buruk yang terjadi maka jawaban yang paling masuk akal adalah menyalahkan apa saja, siapa saja.”

Tapi jika kamu memilih menerima dengan besar hati dan bersyukur atas semua “keburukan” yang terjadi: akan kamu temukan di akhir hari bahwa sebenarnya Tuhan hanya menggoda.
 Tuhan tak sungguh-sungguh berniat melukaimu. Tuhan tak serius menenggelamkan nasibmu dalam duka cita. Toh, dari semua prasangka buruk kita kepada Tuhan: Dia masih bermurah hati memberi kita hari-hari tuk kita jalani.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar