Selasa, 20 Juli 2010

KEPADANYA CINTA BERLABUH

Menik adalah salah satu teman saya yang membujang sampai saat ini, konsisten menjomblo gitu lho. Paling tidak selama hampir 40 tahun, yaitu usianya sekarang. Karena gagal menjalin kasih dengan si Cinta Pertama, sekaligus kekasih gelapnya, maksudnya gelap kulitnya. First love kadang-kadang bikin orang klenger, kelabakan. Momen-momen yang pertama selalu tetap dikenang termasuk terhunjam panah asmara. Dua kali dia mencoba bangkit meraih cinta, dua kali pula dia gagal.
“Sewaktu muda atas anjuran teman, mbak Menik ikut rebutan kembang pengantin. Sudah berapa kali hajatan dia datangi dan sudah berapa kali kompetisi dia menangkan. Eeh… jodoh sepertinya enggan menyapa atau menghampirinya.”
Mbak Menik coba memahami saran pengemudi truk lewat pesannya yang ditulis di bak belakang truk-nya, “yang nyopir Ganteng lho. Ketika truk dikejar dan ditanya, mana sang Sopir yang ganteng itu? Seseorang menjawab bahwa si sopir yang ganteng itu telah pergi, meninggal karena kecelakaan…. Blowing in the wind.
Apeeeesss…, kok ya baru sekarang saya diberitahu kalau sang sopir ganteng. Pripun ta sampeyan pak Sopiiirrr….?
Orang mengatakan pohon bougenvile di depan rumah sebagai pembawa sial, menjauhkan jodoh. Itupun sudah sudah mbak Menik tebang. Sampai akhirnya mbak Menik malu sendiri.
Oh, no! Kenapa haree genee saya masih percaya pada takhayul seperti itu”, katanya sambil menunduk. Rupanya antara pinter dan irasional itu batasnya samar-samar, sehingga orang-orang pinter sudah terperosok jadi kadal. Manusia adalah sepandai-pandainya makhluk, namun bisa melorot menjadi sedungu-dungunya hamba Tuhan. Kadal saja tidak mau di “kadali”, akan tetapi manusia kadang-kadang dengan gampang di “kadali”.
Cinta adalah sesuatu yang hanya dapat dirasakan, abstrak, tidak nalar. Kalau cinta sudah melekat, tahi kucing rasane coklat (betul kan tidak nalar), terusnya… pegang lutut terasa pantat (hush… ngawur saja). Kalau dinalar-nalar yang membuat tidak nalar itu kan manusianya yang sudah (ter-) gila-gila dan cinta buta.
Cinta itu seperti kata magis sulit tuk dipahami, oleh sebab itu sampai kini tidak habis-habisnya orang berbicara tentang cinta. Tidak ada batasan-batasan tentang cinta selain kata cinta itu sendiri. Sebagian mengartikan cinta sebagai hubungan lawan jenis. Yang kadang tercemari oleh cerita dalam sinetron atau novel, pakai lampu byar-pet, nyolong-nyolong, ngumpet-ngumpet mojok berduaan dan seterusnya dan seterusnya.
Menurut “tukang cinta”, yang namanya nyolong-nyolong atau ngumpet-ngumpet itu lebih asyik. Dasar cah gemblung. Lebih parahnya lagi kalo dia sudah tersihir dengan mantra berikut, “rumput tetangga lebih hijau dari rumput sendiri”, ini namanya cinta terlarang pak Dhe.
Cinta memang unik ia datang sendiri tidak dapat dipikat seperti burung. Jika kita menggenggamnya terlalu erat dia akan mati, bila terlalu longggar dia akan lari. Padahal cinta itu sesungguhnya lebih indah daripada sekedar hubungan aku dan kau atau barangkali aku dan kau dan dia (cinta segitiga, ya, busyeet).
Cinta telah melingkupi segalanya, without love there is nothing. Cinta selalu berada di dalam pikiran manusia, cinta pada sesama, cinta pada harta, cinta pada anak juga cinta manusia pada Tuhannya.
Cinta manusia pada Tuhannya adalah cinta dengan segala unsur yang dimiliki-Nya, pada semua yang dicintai-Nya. Kalau tidak mengenal mana mungkin mencintai kalau tak mencintai mana mungkin merindukan.
Menurut ustad Joyo, manifestasi cinta adalah kerinduan kepada-Nya, tanpa bayang-bayang lain. Semakin dekat seseorang hamba dengan Tuhannya semakin takut ia bila cintanya ditolak oleh Sang Kekasih. Tidak berlebihan kalau orang beriman selalu mengharap cinta-Nya.
“Ya Allah, kami memohon cinta_Mu dan cinta orang-orang yang mencintai-Mu, serta cinta kepada segala perbuatan yang akan mendekatkan kami kepada-Mu”.
Mengorientasikan seluruh ucapan dan perbuatan yang tak hanya sebatas kesalehan ritual akan tetapi juga kesalehan social berupa perilaku nyata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar